DENIES

Rabu, 09 Maret 2022

Nevada Teresa didunia

Negara terbesar di dunia adalah Rusia. Total luas negara Rusia yaitu 17,098 juta km persegi. Luas negara Rusia ini termasuk perairan dan danau Baikal, danau air tawar dengan volume terbesar di dunia. Luas daratan Rusia sendiri mencapai 16,376 juta km persegi, sekitar 11 % daratan dunia.

Sabtu, 04 Februari 2017

Danau Laut Tawar

Danau Laut Tawar adalah sebuah danau dan kawasan yang berada di Dataran Tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah. Di sebelah barat danau ini terdapat kota Takengon yang merupakan ibukota dari kabupaten Aceh Tengah. Suku yang mendiami daerah tersebut adalah Suku Gayo. Menyebut danau ini dengan sebutan Danau Lut Tawar. Danau ini memiliki luas sekitar 5.472 hektar, panjang 17 km, dan lebar 3.219 km. Disebut Danau Laut Tawar karena wilayah perairan danau ini sangat luas, dan air yang ada di danau ini juga merupakan air tawar.

Pulau Rubiah

Pulau Rubiah terletak di Sabang, tepatnya berada di sebelah barat laut Pulau Weh. Nama Rubiah diambil dari sebuah tulisan yang terdapat pada nisan yang ada di pulau ini. Pulau Rubiah dikenal dengan keindahan alam bawah lautnya. Sedikitnya terdapat 14 dari 15 biota laut yang saat ini dilindungi di Indonesia. Anda bisa diving dan snorkeling di sini, silahkan anda berenang bersama aneka ikan tropis dan menikmati indahnya terumbu karang yang berwarna warni.

Air Terjun Blang Kolam

Air Terjun Blang Kolam berada di Desa Sidomulyo, Aceh Utara, bisa ditempuh dalam waktu lebih kurang 30 menit dari Lhokseumawe. Tempat wisata alam yang satu ini sayang, jika anda lewatkan. Karena di sini, anda bisa melihat air terjun kembar setinggi 75 meter dan dikelilingi sejumlah pepohonan yang rindang. Di tempat ini banyak orang yang bermain air di sekitar air terjun, berendam di kolam tampungan air terjun, atau hanya sekedar bersantai di tepiannya saja. Di Air Terjun Blang Kolam, anda juga bisa berkemah dan menikmati alam bebas hanya dengan tarif Rp 5.000 per orang.

Pantai lampuuk

Pantai Lampuuk ini memiliki pasir putih yang lembut dan tebing karang yang ada di ujung pantai, dan garis pantai sepanjang 5 km dari arah selatan ke utara. Pantai Lampuuk adalah salah satu tempat wisata yang bisa disebut Pantai Kuta di Aceh. Banyak orang datang untuk menikmati keindahan tempat wisata yang satu ini. Terdapat banyak kegiatan yang bisa anda lakukan di pantai ini, seperti bermain selancar, berenang, bermain banana boat, dan berjemur.

Masjid Raya Baiturrahman

Masjid Raya Baiturrahman dibangun oleh Sultan Iskandar Muda tahun 1612 dan telah menjadi ikon Aceh. Masjin Baiturrahman juga menjadi obyek wisata religi di Aceh yang ramai dikunjungi karena kemegahan dan keindahannya. Bangunan utama pada Masjid ini berwarna putih dengan kubah hitam besar yang dikelilingi tujuh menara. Kesan megah Masjid ini semakin terasa dengan adanya kolam besar dan juga pancuran air pada bagian depan Masjid.

Pantai Iboih

Tak dipungkiri jika Aceh dianugerahi dengan pantai-pantai yang indah dan cantik. Pantai Iboih adalah salah satu pantai tercantik di sini. Pantai dengan pasir putih dan laut yang begitu jernih berwarna hijau toska atau biru cerah, ditambah dengan suasananya yang tenang akan menyempurnakan liburan anda.

Pantai Iboih menawarkan keindahan bawah laut yang dapat anda nikmati tanpa harus berenang sekalipun. Di sini anda bisa snorkeling dan diving. Saat anda snorkeling, siap-siap anda akan terpesona dengan airnya yang bening. Jika anda belum puas bermain di dalam air, anda masih bisa menghabiskan waktu berpiknik di tepian pantai, di bawah nyiur yang begitu menyejukkan atau berjemur di bawah cahaya mentari.

Sejarah Dari mana asal Bahasa Aceh

Bahasa Aceh merupakan salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Provinsi Aceh. Berdasarkan pemetaan bahasa yang dilakukan sejak tahun 2008 oleh Balai Bahasa Banda Aceh, dapat diketahui bahwa bahasa daerah yang ada di Provinsi Aceh sekitar 8 bahasa. jumlah penutur bahasa Aceh di wilayah pantai barat Aceh juga tidak kalah banyaknya. Mulai dari Lhoong sampai dengan Blang Pidie. Oleh karena itu, wajar jika bahasa Aceh mendominasi di dalam pemerolehan bahasa masyarakat di Aceh.

Secara struktural bahasa Aceh memiliki banyak keunikan. Salah satunya pada aspek fonologi atau bunyi bahasa. Keunikan lain pada aspek kosakata. Bahasa Aceh memiliki kosakata dengan suku kata yang pada umumnya terdiri atas satu sampai dengan dua suku kata. Singkatnya, kosakata bahasa Aceh terlihat begitu simpel alias sederhana, contoh ie untuk ‘air’; bu bermakna ‘nasi’; u artinya ‘kelapa’, dan masih banyak lagi hal-hal yang menunjukkan kecenderungan seperti itu. 

Beberapa pendapat yang bersifat plesetan umum diketahui oleh masyarakat yang memplesetkan ACEH dengan Arab, Cina, Eropa, dan Hindia (India). Lalu Benarkah demikian? Perlu diketahui bahwa sebuah bahasa tidak dapat selamanya otonom atau mandiri dalam hal kosakatanya. Tentu ia akan menyerap atau meminjam istilah/kosakata dari bahasa lain. Tampaknya hal ini yang menjadi argumen pendapat ini. Memang, di dalam bahasa Aceh dapat kita temukan kosakata bahasa Arab, misalnya kata sikin yang mempunyai makna ‘pisau’. Kata sikin dengan makna yang sama juga ada di dalam bahasa Arab.

Namun pembuktian secara ilmiah perlu dilakukan terutama untuk menghitung persentase kosakata bahasa Arab yang ada di dalam bahasa Aceh. Hal serupa juga untuk kata get yang berarti ‘baik’ dalam bahasa Aceh. Sebagian orang lalu berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari bahasa Inggris karena memiliki korelasi dengan kata good yang juga berarti ‘baik’. Hal-hal seperti itu hampir pasti terjadi pada setiap bahasa daerah. Apalagi perbedaan budaya yang lalu menyebabkan peminjaman kosakata dari budaya lain di sebuah penutur bahasa yang berbeda
Bahasa Aceh termasuk jenis Austronesia, bahasa Cina termasuk jenis bahasa Sino Tibet, sementara bahasa Arab termasuk jenis Afro Asiatik/ Semit; bahasa Inggris termasuk jenis Indo Eropa, dan bahasa India termasuk jenis Dravida. Jelas bahwa setiap bahasa yang diplesetkan tadi memiliki perbedaan rumpun. Oleh karena itu, sangat mustahil apabila menjadikan keempat wilayah (Arab, Cina, Eropa, Hindia) sebagai negeri asal bahasa Aceh.

Pendapat yang agak ilmiah tentang negeri asal bahasa Aceh mengatakan bahwa bahasa Aceh berasal dari Kerajaan Campa, yang saat ini masuk dalam wilayah negara Vietnam. Pendapat ini didasarkan atas kesamaan kosakata di antara bahasa Aceh dengan bahasa di Kerajaan Campa tersebut. Pendapat ini ditulis dalam sebuah buku dengan penjelasan pada sisi ilmiah yang sangat terbatas. Salah satu sisi yang disebutkan di dalam buku tersebut mengenai sisi historis. Dimungkinkan bahwa dahulu terjadi proses migrasi penduduk dari Kerajaan Campa di Vietnam tersebut yang akhirnya mereka sampai di semenanjung Sumatera, yaitu di Aceh saat ini.

Pendapat  kedua ini perlu pembuktian lebih lanjut. Pembuktian tersebut untuk menguji dugaan sementara (hipotesis) tentang benar tidaknya kosakata bahasa Aceh memiliki banyak kemiripan dengan kosakata di Kerajaan Campa, Vietnam tersebut. Pengujian tersebut akan lebih sahih apabila menggunakan metode ilmiah.

Linguistik atau ilmu bahasa memiliki salah satu bidang terapan yaitu Linguistik Bandingan. Linguistik bandingan terbagi ke dalam dua jenis yaitu Linguistik Historis Komparatif dan Linguistik Historis Tipologis. Pendapat tentang hubungan kekerabatan bahasa Aceh dengan bahasa di Kerajaan Campa, Vietnam,  dapat ditelusuri dengan melakukan perbandingan kosakata.

Saat ini yang paling populer untuk melakukan perbandingan yaitu berupa daftar kosakata dasar. Kosakata dasar yang sering digunakan untuk perbandingan bahasa yaitu 800 kosakata dasar yang dibuat oleh oleh seorang bernama Swadesh. Kosakata dasar ini meliputi berbagai ranah, misalnya pertanian, nelayan, atau peralatan-peralatan yang mencakup bidang tertentu. Bidang nelayan misalnya, perbandingan dilakukan terhadap nama-nama ikan atau nama-nama kapal nelayan beserta alat tangkap yang biasa digunakan oleh mereka. Masih banyak ranah lain tentang bahan untuk perbandingan bahasa yang terdapat di dalam daftar 800 kosakata dasar tersebut.

Sayangnya, sampai saat ini hal tersebut  belum dilakukan secara komprehensif.
Apabila secara ilmiah perbandingan bahasa telah dilakukan, langkah selanjutnya dapat dilakukan dengan mencari aspek histori terjadinya kekerabatan tersebut. Artinya, migrasi penduduk yang terjadi pada masa lalu harus dirunut sejarahnya. Apakah migrasi dari Vietnam ke Aceh? Atau sebaliknya. Dukungan penelitian pada aspek historis ini akan semakin menguatkan adanya gerak perpindahan penduduk beserta bahasanya dari satu wilayah ke wilayah yang berbeda. Apabila hal ini ke depan dilakukan secara konsisten, bukan tidak mungkin kita akan segera tahu tentang negeri asal bahasa Aceh. Langkah selanjutnya adalah menentukan dialek standar bahasa Aceh. Yang manakah dialek bahasa Aceh yang dianggap representatif alias mewakili dialek yang ada?   

Tercabutnya Amanah dari hati manusia

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda:

فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ

“Jika amanah sudah disia-siakan maka tunggulah kedatangan hari Kiamat.” Maka seorang badui Arab bertanya kepada Rasulullah saw, “Bagaimanakah cara menyia-nyiakan amanah tersebut?” Beliau menjawab, “Jika suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saatnya (hari Kiamat tiba).”

Bangsa Arab yang dipilih Allah sebagai sahabat Rasulullah saw dikenal memiliki banyak kelebihan dan keistimewaan. Bahwa sejarah pernah mencatat fase kehidupan jahiliyah yang mereka lewati, namun di tengah masa jahiliyah itu mereka tetap memiliki banyak kemuliaan akhlak. Hanya karena belum mendapat sentuhan wahyu, maka kemuliaan akhlak itu seperti bongkahan emas yang tertimbun tanah. Mereka hobi berperang atas nama keberanian dan sikap ksatria. Mereka bunuh bayi wanitanya atas nama menolak kehinaan. Kegelapanlah yang membuat mereka terhalang dari kebaikan. Namun yang pasti, moral dasar mereka adalah kejujuran dan keteguhan memegang amanah.

Riwayat Ibnu Mas’ud menggambarkan bagaimana kemuliaan para sahabat bila dibanding dengan penduduk bumi lainnya. Beliau berkata: Sesungguhnya Allah melihat pada hati para hamba-Nya, maka Dia mendapati bahwa hati Muhammad adalah sebaik-baik hati manusia. Maka Allah memilihnya untuk diri-Nya dan mengutusnya dengan membawa risalah. Setelah itu Allah melihat pada hati-hati hamba lainnya setelah hati Muhammad saw, maka Dia mendapati bahwa hati para sahabatnya adalah sebaik-baik hati manusia, maka Allah jadikan mereka sebagai penolong nabi-Nya, yang berperang di atas agama-Nya. Maka apa yang dilihat sebagai kebaikan oleh kaum muslimin (para sahabat), maka di sisi Allah ia juga bernilai kebaikan. Dan apa yang dilihat oleh mereka sebagai keburukan, maka di sisi Allah pun bernilai keburukan. (HR. Ahmad : 7/453)

Kesanggupan memegang amanah merupakan akhlak dasar yang membuat mereka layak memikul beratnya beban risalah kenabian. Akhlak inilah yang membuat generasi sahabat layak memimpin dunia. Namun akhlak ini pula yang di akhir zaman kelak akan tercabut dari banyak manusia. Sahabat Hudzaifah ra berkata:
Rasulullah saw mengabarkan kepada kami dua perkara yang salah satunya telah aku buktikan, sedangkan yang satunya lagi masih aku tunggu kejadiannya. Pertama, Rasulullah saw mengabarkan bahwasanya sikap amanah itu terletak di hati manusia yang paling dalam. Kemudian mereka mengetahuinya melalui Al-Qur’an yang selanjutnya mereka juga mengetahuinya dari As-Sunnah. Kedua, Rasulullah saw juga mengabarkan bahwa sikap amanah akan dicabut ketika seseorang sedang tidur. Maka, pada saat itulah amanah dicabut dari hatinya hingga tinggallah bekasnya itu seperti noda yang berwarna. Kemudian orang tersebut tidur lagi, dan dicabutlah amanah dari dalam hatinya (sehingga bekasnya seperti bekas lecet di tangan yang melepuh karena mengangkat beban terlalu berat) atau seperti bekas bara yang terinjak oleh kakimu sehingga telapak kakimu melepuh sedangkan di dalam luka lepuhan tersebut tidak terdapat apa-apa. Seperti itulah manusia nanti, banyak orang telah membaiatnya namun setelah dia menjadi pemimpin dia tidak melaksanakan amanah yang diberikan kepadanya itu dengan baik. Pada masa itu orang-orang menggembar-gemborkan bahwa di Bani Fulan terdapat orang yang dapat dipercaya, “Alangkah cerdiknya dia, alangkah lihainya dia, dan alangkah piawainya dia.” Padahal sedikitpun dalam hati orang yang dielu-elukannya itu tidak terdapat secercah sikap amanah dan keimanan. Sungguh telah datang kepadaku suatu masa di mana aku tidak peduli lagi kepada siapa di antara kalian aku akan melakukan transaksi jual-beli. Jika orang yang kuajak transaksi itu adalah seorang muslim maka keislaman akan mencegahnya (dari khianat), dan jika dia adalah orang Nasrani maka pejabat pemerintah mencegahnya (dari khianat). Adapun sekarang ini, aku tidak mau bertransaksi kecuali dengan si fulan dan si fulan.”

Riwayat sahabat Khuzaifah di atas menggambarkan salah satu pemandangan mengerikan di akhir zaman. Kerusakan dan ketidakteraturan sistem yang berlaku pada manusia telah membuat banyak orang tidak lagi mampu membedakan yang hak dan batil. Pada riwayat tersebut dilukiskan bahwa zaman akhir yang akan dilewati oleh manusia adalah zaman yang padanya muncul generasi yang secara dzahir terlihat alim dan shalih, berpegang teguh dengan janji dan amanat, namun sebenarnya mereka bukan termasuk ahlinya. Orang-orang awam menyangka bahwa guru mereka, syaikh mereka, kiayi dan ulama mereka adalah orang orang yang memiliki keimanan dan pendirian agama yang kuat, padahal dalam diri mereka tidak ada keimanan sedikitpun. Penampilan yang melambangkan keshalihan, tutur kata yang menyiratkan orang alim dan akhlak dzahir yang menggambarkan kesempurnaan iman telah membuat banyak tersihir bahwa fulan adalah jujur, amanat, alim, suci dll.

Inilah kondisi akhir zaman, manusia-manusia busuk yang berkhianat dianggap sebagai orang jujur dan mendapat kepercayaan, sementara hamba-hamba Allah yang jujur mendapatkan pengkhianatan. Ketika sahabat Khuzaifah pertama kali mendengar hadits tersebut dari nabi, beliau belum menemukan tanda-tanda yang menunjukkan akan datangnya nubuwat tersebut. Namun, di akhir hayatnya Khuzaifah menyaksikan sendiri berbagai musibah dan malapetaka yang menimpa kaum muslimin. Perpecahan dan pengelompokan umat Islam dalam sekte dan golongan telah membuat Khuzaifah tidak mau sembarangan dalam memberikan kepercayaan. Khuzaifah hanya menyebutkan bahwa ia hanya akan memberikan kepercayaannya kepada fulan dan fulan.

Dalam riwayat lain Nabi Saw juga berbicara tentang masa tersebut di mana seluruh ukuran telah rusak, beliau bersabda: “Sesungguhnya akan datang kepada manusia tahun-tahun tipu daya, dimana pendusta dibenarkan, sedangkan orang jujur didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang amanat dianggap pengkhianat, di masa itu ruwaibidhah berbicara “Beliau ditanya: “Apakah ruwaibidhah itu?” Beliau bersabda: “Orang bodoh yang berbicara tentang persoalan orang banyak.

Nampaknya gambaran kondisi negeri ini pasca pilpres akan semakin mendekatkan kita pada apa yang telah diingatkan oleh Rasulullah saw tentang tersia-siakannya amanat. Semoga kita diselamatkan dari kejahatan fitnah ini. Wallahu a’lam bish shawab.

Senin, 22 Agustus 2011

islam masa depan eropa

DENIESBLOGGER.

Apa fokus gerakan Islam dan proses perkembangannya? Apakah gerakan ini awal kelahiran Islam Prancis atau Islam Eropa? Dalam ringkasan wawancara ini, Muhammad Arkoun mengulas keadaan Islam di Prancis secara khusus dan Eropa secara Umum. Menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi, dia mengidentifikasi persoalan utama terletak pada ketidaksiapan intelektual umat Islam dan kaum imigran ke Eropa.

Dia percaya bahwa mereka ini secara keliru telah menerangkan topik-topik keislaman dan menisbatkan berbagai hal fiktif dan palsu kepada Islam. Karenanya, gejala ini--menurutnya--menyebabkan Islam di Eropa lemah dalam mengambil peran yang berarti, kecuali jika ia bisa menciptakan perubahan besar dalam kancah ilmu pengetahuan. Tentunya, tugas ini menuntut; pertama, pembangunan sebuah landasan yang kuat dan; kedua, kebebasan penuh dalam lingkungan ilmu dan pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu Humaniora dan agama yang perlu ditelaah secara mendalam.

*****

Apakah Islam Prancis atau Islam Eropa itu ada? Apakah Islam ini di benua ini akan ditinggalkan ataukah justru punya suatu hubungan yang kuat dengan budaya Barat?

Pertanyaan ini bagi kebanyakan peneliti, wartawan dan bahkan dalam wacana-wacana global masih terus diperbincangkan. Di dunia yang kini kita hidup di dalamnya, kita tidak bisa mengklaim bahwa ada Islam Prancis atau Islam Eropa, sebab banyak juga orang-orang muslim yang hijrah ke Barat dan Eropa sebagai pekerja. Sebelumnya, mereka tidak punya kesempatan yang cukup bahkan untuk menikmati jenjang pendidikan tingkat menengah. Mereka juga tidak tahu bahasa Prancis atau Jerman. Mereka datang ke dataran bumi ini hanya untuk mencari nafkah hidup. Sampai sekarang pun kita masih hidup dalam keadaan seperti ini. Karena itulah banyak orang-orang Muslim--yakni mereka yang hidup di masyarakat-masyarakat Eropa--hanya menjadi fokus perhatian ulama Islam yang datang dari Aljazair, Tunisia, Maroko dan Mesir. Orang-orang Muslim imigran itu juga yang lalu mengusung pemikiran dan cita-cita keislaman ulama tersebut, dan ini kemudian menyebabkan berbagai persoalan di negeri ini, karena mereka tidak bisa memahami budaya kontemporer masyarakat--khususnya--Prancis.

Tentu Anda sudah tahu, Prancis punya sejarah dan pemikiran yang khas yang kita kenal dengan Laissez-faire. Sama sekali tidak akan diperoleh oleh orang-oang Muslim pemahaman yang benar terhadap sejarah dan muatan-muatannya di negeri ini, sebab perhatian mereka di negeri ini tertuju pada wacana-wacana Islam fundamental. Wacana-wacana Islam fundamental memperingatkan Muslimin akan pergaulan dengan orang-orang kafir. Ada banyak kelompok yang menyulpai wacana-wacana ini ke dalam pemikiran dan kebudayaan masyarakat Islam. Tentu saja dalam hal ini ada banyak ahli dan pakar. Akan tetapi mereka tak peduli dengan isu-isu keislaman, karena mereka sibuk dengan pekerjaan dan mata pencarian mereka sendiri. Mereka pakar-pakar di bidang Matematika, Fisika, Komputer, dll. Kalangan ini tidak bisa menangani isu-isu keislaman. Di sisi lain, kalangan ahli ini di masyarakat-masyarakat Barat terbilang sedikit. Dan mereka yang kenal dengan isu-isu, budaya dan pemikiran Islam lebih sedikit lagi. Sedangkan kebanyakan orang-orang Muslim justru punya kecenderungan fundamentalistik. Kelompok ini tidak akan bisa berpengaruh terhadap kondisi keilmuan Islam di negeri-negeri Barat. Saya sendiri melihat kenyataan ini dengan mata kepala. Ketika saya menyampaikan kuliah umum di Jerman dan Prancis, kelompok inilah yang tidak bisa menyerap uraian detail dari pemikiran-pemikiran Islam. Menurut saya, keadaan Islam di Eropa dan Barat akan berubah, walaupun perlu cukup waktu.

Selain kelompok yang Anda singgung tadi, ada banyak kelompok lain yang mendapatkan kewarganegaraan negara-negara Eropa seperti; Prancis. Dengan kewarganegaraan ini pula mereka menempati jabatan-jabatan tinggi instansi dan posisi-posisi politis di benua ini.

Ya, ada itu, tapi sedikit. Misalnya di parlemen, sampai sekarang tidak ada satu orang pun dari kelompok yang Anda sebutkan tadi. Tentu saja, di Belanda ada empat atau lima anggota yang muslim, dan di Inggris ada sejumlah anggota muslim. Tapi di Prancis, sampai sekarang ini, dengan berbagai alasan, itu tidak pernah terjadi. Ada banyak orang yang ditempatkan di kantor walikota dan jabatan-jabatan public lainnya, akan tetapi ketidakcocokan dengan lingkungan dan masyarakat Eropa telah menyebabkan semacam keengganan dan penghindaran orang-orang Muslim dari jabatan-jabatan tersebut. Begitu pula di pihak warga Eropa, lantaran tidak adanya silang pemahaman dan pergaualan dengan orang-orang Muslim, keterbelahan ini terus dominan. Memang perlu waktu yang panjang untuk mengubah keadaan ini. Dan menurut saya, pada 5-10 tahun yang akan datang, Islam akan berpengaruh di benua ini. Syaratnya, orang-orang Muslim harus belajar bahasa-bahasa Eropa di samping bahasa Arab, dan memahami ajaran-ajaran Islam secara mendalam. Kalau tidak begini, kita tidak bisa lagi bicara tentang Islam Jerman, Islam Prancis atau Islam Swedia.

Saya juga percaya bahwa proses ini berkaitan secara langsung dengan keadaan Negara-negara Islam, karena kondisi ilmu dan pengetahuan di negeri-negeri Islam--sejauh pengetahuan saya--sangatlah lemah. Oleh karena itu, kaum Muslimin tidak bisa hanya percaya pada apa yang ada di dalam negeri-negeri mereka. Ketakpercayaan adalah factor utama dalam menentukan nasib kaum Muslimin di Eropa. Contohnya, negara-negara Islam mengirimkan ke Negara-negara Barat anak-anak bangsa yang tidak punya kesadaran adan pengetahuan akan nilai-nilai Islam, makanya mereka tidak bisa bekerja di bidang ini secara baik.

Dulu, Kementerian Luar Negeri Mesir pernah mengutus islamolog kontemporer, Syeikh Amin Al-Khuliy sebagai konsuler bidang kebudayaan ke Berlin dan Roma. Begitu juga Sayid Muhammad Khatami yang juga seorang pakar islam kontemporer di Jerman, aktif mengamati persoalan-persoalan budaya Islam bangsa Iran di Jerman.

Ya, mereka pemikir-pemikir islamolog. Sekarang juga banyak muslimin imigran masih memerlukan orang-orang seperti ini. Kaum imigran itu menuntut keterlibatan mereka dalam masyarakat dan pendidikan agama di sekolah-sekolah. Akan tetapi, setelah sekolah-sekolah itu dibangun tuntas, siapa yang duduk di bangku-bangku kelasnya? Guru-guru di sekolah-sekolah itu juga tidak pandai mengajarkan pendidikan yang baik dan pengajaran ilmu tafsir dengan metodologi sejarah dan sasial, karena mereka sebelumnya belum pernah bejalar hal yang sama, karena itulah mereka punya cara pandang negatif dan sinis terhadap masyarakat, sebab ada beberapa pihak yang menuntut pembangunan sekolah-sekolah khusus, dan ini memerlukan izin dari pemerintah setempat. Pemerintah juga menghindari pembangunan tersebut, karena dengan adanya sekolah-sekolah ini, justru akan diajarkan kebodohan fundamental dan mengakar, dan ini merupakan ancaman dari orang-orang itu terhadap masyarakat dan agama.

Ini justru persoalan-persoalan yang sekarang sedang menimpa kita, tapi sayangnya negara, kelompok-kelompok Islam dan para ahli tidak berusaha menganalisa keadaan ini. Menurut pengakuan kolompok-kelompok Islam sendiri, di antara mereka ada yang punya kewarganegaraan Prancis, ada juga hidup di sana sebagai pendatang asing dan pekerja imigran.

Betul itu. Pendapatkan kewarganegaraan merupakan pekerjaan yang sangat susah. Banyak dari orang-orang itu tidak mendapatkan kewarganegaraan untuk keluar dari ‘umat’ dan ‘Darul Islam’. Akan tetapi, di Negara-negara Eropa, ada undang-undang yang tidak memberikan peluang kerja kepada selain warga negara. Oleh karena itu, mereka cenderung ke arah sana untuk mencari mata mencarian.

Memangnya banyak orang-orang seperti ini?

Dilaporkan ada sekitar 5 juta orang. Tapi saya kira jumlah mereka lebih banyak dari itu, sebab data-data tak resmi melaporkan hal yang lain.

Lalu, bertolak dari kenyataan adanya Islam di Prancis dan Eropa, apakah terjadi memisahan dalam masalah antara ibadah dan kewajiban-kewajiban atau antara pengalaman-pengalaman kejiwaan dan kondisi-kondisi jaman?

Pemisahan ini melazimkan kemajuan ilmi-ilmu pengetahuan dan pengakuan akan konsep-konsep baru. Masalahnya berkaitan erat dengan pemikiran dan budaya. Karena itulah Islam sama sekali tidak punya intervensi di dalamnya. Kenyataan ini juga sudah terjadi di dunia Kristen, yaitu dengan cara penentangan Monernitas terhadapnya dalam bentuknya sekarang ini--dimana masyarakat Eropa menetapkan pemisahan politik dari agama. Dan kalau saja kelas kapitalis tidak berhasil mengalahkan kelas Gereja, tentu sekarang ini nasib Kristen tidak beda dengan Islam. Namun, lantaran kelas kapitalis Eropa sangat kuat, pemisahan antara politik dan agama dilakukan ke atas masyarakat dengan kekuasaan dan kekerasan; bukan dengan jalur kehendak publik. Negara-negara Barat telah menjalani berbagai transformasi dalam pemikiran, metodologi dan analisis, namun kita sedikitpun tidak memanfaatkan transformasi-transformasi itu. Di Barat telah terjadi banyak revolusi pengetahuan dan epistemologis, hanya kita saja tidak menyadari substansinya, sebab metode-metode epistemologis analisis, kritis dan ilmiah dalam masyarakat Islam dan sistem-sistem pendidikan perguruan tingginya masih lemah. Banyak dari kalangan pakar sedang menerjemahkan transformasi-transformasi itu ke dalam bahasa Arab. Namun upaya ini tidaklah banyak dilakukan. Khususnya jika saja jika soroti tekanan-tekanan ideologis atas masyarakat dan kaum cendikiawan, upaya ini semestinya ditingkatkan.

Kenapa orang-orang Barat begitu fobia terhadap sebuah fenomena keislaman?

Karena mereka sama sekali tidak bisa mengerti; bagaimana semua syarat dan peluang kebebasan diberikan kepada seorang perempuan, tapi dia sendiri tidak menerimanya dan memilih hidup dengan cara yang mereka sebut dengan model Abad Pertengahan. Padahal, perempuan-perempuan muslimah itu perempuan-perempuan lain yang berjuang untuk kebebasan. Walaupun begitu, kelompok pejuang kebebasan ini ketika datang dan hadir di Barat, mereka tetap menggunakan hijab dalam berinteraksi dengan orang-orang kafir. Kontradiksi semacam ini tidak bisa dipahami oleh orang-orang Barat..

Untuk membahas persoalan hijab, pemerintah Prancis telah membentuk sebuah komisi yang juga melibatkan Anda sebagai anggota di dalamnya. Langkah-langkah apa yang sudah Anda ambil?

Betul. Komisi ini telah menuntaskan tugasnya dengan mengesahkan usulan-usulan di samping mempertimbangkan kondisi-kondisi dan aspek-aspek khas budaya Barat serta komitmen pada semua aspek ini. Sebab, syarat-syarat cultur Barat sendiri di negeri ini sudah tidak lagi efektif. Sementara itu, kebanyakan orang Muslim di negeri ini--seperti yang sudah saya katakan--adalah pekerja sipil. Maka itulah mereka dan anak-anak mereka seharusnya belajar bahasa Prancis dan pelajaran ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Nah, dengan kondisi-kondisi kultur mereka, tentu saja tugas kita sangatlah berat.

Apa tanggapan Anda terhadap stamtemen-statemen Syeikh Mazyani yang menekankan pemukulan atas istri?

Dalam dalam ceramahnya membawakan masalah-masalah yang tidak ada di negeri-negeri Islam sendiri. Orang-orang seperti ini di Barat--dengan menyalahgunakan hak kebebasan dan demokrasi--membuat isu-isu yang irasional. Maksud saya, mereka sedang berusaha melawan akal sehat.

Tepatnya isu-isu apa yang diangkat oleh Syeikh itu?

Dengan menukil ayat-ayat AL-Quran, dia menerangkan bahwa seorang lelaki berhak memukul istrinya yang tidak mentaatinya. Dia juga mengakui bahwa bagian fisik istri yang harus dipukul itu adalah tangan dan kaki, jadi suami tidak boleh memukul wajahnya, sebab kalau wajah istri juga dipukul, tentu akan wajahnya tampak jelek dan tidak cantik lagi. Sepertinya masalah-masalah ini tidak terduga oleh kita. Namun, masyarakat dan meda-media massa mendengar dan membicarakannya lalu menunjukkan penampilan yang buruk dari Islam.

Syeikh itu sudah diusir dari Prancis. Lalu kenapa dia kembali lagi?

Dalam sistem demokrasi, yang berkuasa dalah hokum. Semua Negara juga akan menghormati hokum dan undang-undang dasar.

Bukankah dia orang Prancis?

Iya, betul.

Menurut Anda, peran apa yang bisa diambil Islam di Eropa dewasa ini? Apakah Islam bisa berperan dalam kebersamaan Arab-Eropa? Dan secara umum, apakah peran yang akan direbut Islam di Eropa?

Islam bisa mengambil peran dalam memproduksi sejarah dan pemikiran, tapi dengan syarat; ada perubahan budaya dan pengetahuan di negara-negara Arab. Kita harus merumuskan sebuah basis umum dan kuat, begitu juga kebebasan atas semua ilmu, khususnya dalam lingkungan ilmu-ilmu humaniora. Perspektif ini akan mengarahkan kita kepada pemikiran yang mendalam. Tidak semestinya kita penganut strategi tradisionalis, sebab kita punya persepektif divinitas tentang masa lalu, oleh karena itulah kita bebankan ke atas diri kita dan anak-anak kita. Jadi, kita harus ubah kondisi ilmu dan pemikiran di negeri kita sendiri, barulah membaca masa lalu dan tradisi dalam perspektif baru dan dengan model yang ilmiah.
_________________

Jumat, 12 Agustus 2011

Muslimah amerika

DENIESBLOGGER
Apa artinya menjadi seorang Muslimah di Amerika dewasa ini? Dalam “I Speak for Myself”, 40 Muslimah Amerika bertutur tentang pengalaman tumbuh besar di Amerika. Cerita pribadi mereka tentang perjuangan dan keberhasilan mengingatkan bahwa kita punya lebih banyak kesamaan dalam perjalanan kehidupan daripada yang sering kita bisa sadari.
"I Speak for Myself: American Women on Being Muslim", yang disunting oleh Maria M. Ebrahimji dan Zahra T. Suratwala, menyuguhi pembaca bagaimana rasanya tumbuh besar sebagai seorang Muslimah di Amerika, dengan berbagai pertimbangan emosi, simbolik dan sosial yang cukup ruwet.
Cerita-cerita di buku ini adalah manifestasi dari evolusi spiritual. Di permukaan, kita membaca tentang hubungan yang bermasalah dengan para suami, rekan kerja, orangtua dan teman, tapi, di tingkat yang lebih dalam, perjalanan itu adalah sebuah ekspresi semangat manusia.
Para perempuan ini berhasil mengatasi kesulitan dalam hidup mereka dan mengingatkan kita potensi dan keberanian yang ada pada masing-masing kita. Saat kita tumbuh berkembang dan dewasa, kita menjadi sadar akan keindahan dan kesucian hidup yang melampaui budaya.
Misalnya, salah satu Muslimah menulis tentang pengalaman mendapati suaranya lebih kuat dan bertenaga setelah mengalami perceraian dan pelecehan. Seorang Muslimah lainnya membincangkan signifikansi kultural dari perbincangan-perbincangannya ketika bekerja sebagai anggota dewan.
Kita juga membaca tentang bagaimana seorang perempuan dengan kocak dan cemas mengatasi kesenjangan generasi dan budaya yang ia alami dengan orangtuanya.
Bergulat dengan hasrat untuk menyesuaikan diri, perempuan lainnya menggambarkan bagaimana ia berjuang untuk menjelaskan dan merasionalisasi namanya, sementara yang lain bicara tentang sulitnya memutuskan apakah perlu mengenakan jilbab atau tidak. Setiap perempuan menggambarkan potensi kreatif terdalamnya sendiri, dan mengekspresikan hakikat tentang eksistensi manusia.
Disusun di Amerika Serikat dan beberapa negara lain, “I Speak for Myself” dikontekstualisasikan dalam berbagai wacana identitas Amerika dan Muslim.
Himpunan cerita ini memperluas wacana-wacana ini hingga mencakup isu ras, kelas, agama, etnis, sejarah, politik, bahasa dan jender. Cerita-cerita tersebut mengesankan pemikiran masing-masing masyarakat tentang sejarah, Islam dan budaya tampak ruwet, sehingga pada akhirnya menantang anggapan bahwa para Muslimah tak bisa bersuara dan tak berdaya. Para penulis mengajari kita bahwa di luar budaya, ada ikatan yang lebih mendalam yang mempertalikan kita – hasrat kita akan perdamaian dan keadilan sosial.
“I Speak for Myself” menyediakan beragam contoh yang menjelaskan berbagai kemungkinan yang dihadapi manusia. Masing-masing perempuan menggambarkan identitas Amerika yang terganggu dengan ambivalensi dan kecemasan nyata tentang keterkaitan yang jelas di antara agama, politik dan ekspektasi sosial. Salah seorang perempuan bicara tentang seorang temannya pada masa kanak-kanak yang melihatnya sebagai orang Amerika dan bukan Muslim, dan bagaimana, pada saat itu, itu membuatnya bangga. Tapi kebingungan membuatnya berpikir sejenak dan menyadari bahwa ia tidak harus memilih antara menjadi Muslim dan menjadi orang Amerika. Ia bisa menjadi dua-duanya.
Muslimah lainnya menerangkan bagaimana pada masa mudanya ia berjuang untuk menjadi Muslim yang “benar” dan menyesuaikan diri dengan komunitas Muslim. Ia segera menyadari bahwa tidak hanya ada satu cara untuk menjadi Muslim dan bahwa Islam menyambut baik bermacam ekspresi keberagamaan.
Tapi tantangan ada tak hanya pada masa anak-anak dan remaja. Seorang Muslimah Afrika-Amerika menggambarkan bagaimana ia merasa menjadi bagian sekaligus terkucil dalam komunitas Muslim, serta hasratnya agar Muslim mengatasi masalah diskriminasi dalam sebagian komunitas Muslim. Seorang Muslimah Afrika-Amerika lainnya menggambarkan frustrasi yang ia alami ketika mencoba merangkul identitas Islam, feminis dan Afrika-Amerika yang “sejati”. Alih-alih, ia memutuskan untuk merangkul berbagai kepingan terpisah dan kontradiktif dari kepribadiannya, daripada mencoba menjadi seperti orang lain.
Perbincangan tentang keyakinan agama masing-masing perempuan mencerminkan bagaimana identitas mengalami pasang surut, disesuaikan dan dinegosiasikan. Masing-masing perempuan menjadi bagian dari negosiasi antara kekuatan dan ketidakberdayaan ini di mana ia melemahkan mitologi tentang Muslimah yang tertindas dan menciptakan sebuah model perlawanan.
Para perempuan yang berbagi cerita di buku ini adalah para insinyur, dokter, pengacara, tokoh masyarakat, pejuang keadilan sosial, mantan relawan Peace Corps dan Teach for America, seniman, profesor, mahasiswa, politisi, peraih penghargaan, bloger, jurnalis, aktivis lingkungan dan, terutama sekali, saudara-saudara kita dalam kemanusiaan. Melalui pengalaman masing-masing perempuan, para pembaca I Speak for Myself mendapatkan pemahaman yang lebih kuat tentang bagaimana rasanya tumbuh besar sebagai seorang Muslimah di Amerika.

Sabar dalam kesulitan

DENIESBLOGGER
Kesulitan atau penderitaan hidup tampaknya sudah menjadi 'sunatullah ' kehidupan ini. Tiada seorang pun di dunia ini yang tak pernah dihinggapi kesulitan atau penderitaan. Mustahil seseorang sunyi dari kesulitan itu. Yang berbeda adalah derajat kesulitan itu dan kesanggupan pribadi seseorang dalam menghadapinya.

Rasulullah saw pernah ditanya, "Siapakah yang paling berat ujiannya?," Nabi menjawab,"Para nabi, kemudian yang terbaik, lalu yang terbaik, seseorang mendapatkan (bala) ujian sesuai dengan kadar agamanya, bila agamanya kuat maka bertambah berat ujiannya, dan apabila agamanya dangkal, maka Allah mengujinya sesuai dengan kadar agamanya, seorang hamba tidak akan lepas dari ujian sampai ia berjalan di bumi dengan keadaan tidak berdosa."

Fakta telah menunjukkan bahwa manusia yang paling gampang shock, kaget, dan paling cepat goncang menghadapi kesulitan-kesulitan hidup adalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, orang-orang yang ragu dan lemah imannya.

"Di antara manusia ada yang menyembah Allah dengn berada di tepi, maka bila ditimpa kebaikan ia merasa tenang, dan jika ditimpa fitnah ia membalikkan wajahnya (murtad) ia merugi di dunia dan akirat, itulah kerugian yang nyata." (QS. Al Hajj: 11).

Demikian itu karena mereka tidak beriman terhadap takdir Allah yang membuatnya rela, tidak mengimani Tuhan yang membuat tenang. Tidak pula beriman kepada para nabi sehingga dapat mene mukan keteladanan pada kehidupannya yang serba sulit, tidak mempercayai kehidupan akhirat yang menghembuskan udara segarnya yang dapat melegakan nafas, mengusir kesedihan dan membangkitkan harapan.

Orang yang mudah goyah dalam menghadapi cobaan dan ujian hidup ibarat perahu retak dan patah layarnya dihantam gelombang dan angin, sehingga gerakan ombak atau angin kecil saja, perahu itu akan goncang hebat dan miring, apalagi dikepung oleh gelombang dari perbagai penjuru tentu saja perahu itu akan segera tenggelam kedalam lautan yang dalam.

Kita sering temukan kasus bunuh diri justeru di lingkungan komunitas yang tidak peduli terhadap makna hidup beragama, dalam lingkungan masyarakat yang tidak lagi menegakkan norma-norma agama akan lebih banyak lagi ditemukan kasus-kasus yang mengerikan. Suasana akan menjadi kepedihan yang mematikan, duka cita yang mencemaskan dan kegelisahan yang mencekam dan kehidupan yang kehilangan makna. Sebab kesenangan yang ada hanyalah semu, penuh kepura-puraan dan kemunafikan.

Keteguhan Orang Beriman
Orang-orang beriman selalu sabar menghadapi bala' (malapetaka), paling teguh hatinya dan tegar menghadapi kesulitan hidup dan lapang dada. Dan tabah mengahadapi musibah, karena mereka tahu persis pendeknya umur untuk hidup di dunia dibandingkan keabadian di akhirat. Mereka tidak menginginkan surga sebelum surga yang sebenarnya.

"Katakanlah (wahai Muhammad) kesenangan dunia itu sebentar, dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun." (QS. Anisa' 77).

"Kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (QS. Ali 'Imran: 185)

Orang beriman mengetahui sunatullah (hukum alam) bahwa manusia itu akan diuji dengan nikmat kebebasan berkehendak dan menjadi kholifah di bumi sehingga mereka tidak menginginkan menjadi malaikat. Mereka tahu para nabi dan para rasul adalah manusia-manusia yang paling berat ujiannya dalam kehidupan dunia, paling sedikit menikmati kehidupan dunia, sehingga mereka tidak menginginkan lebih baik dari mereka dan dijadikannya sebagai teladan yang baik.
Al Quran mengatakan;

"Apakah kalian menyangka masuk surga, padahal kalian belum merasakan musibah yang telah menimpa orang-orang sebelum kalian, mereka telah ditimpa malapeteka dan kesengsaraan dan digoncangkan sampai rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya menyatakan, "Kapan pertolongan Allah tiba?" Katakanlah, "Sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat." (QS. Al Baqarah 214)

Nikmat dalam Suka dan Duka
Musibah yang menimpa dalam hidup ini bagi orang yang punya iman bukanlah pukulan ngawur, akan tetapi sesuai dengan takdir dan qodho' yang telah digariskan, hikmah azali, ketentuan ilahi sehingga mereka yakin, bahwa apa yang akan ditimpakan tidak akan luput dan apa yang diluputkannya tidak akan menimpanya.
"Musibah yang terjadi di bumi dan pada diri kalian adalah ditentukan sebelum kami lepaskan, sesungguhnya hal itu mudah bagi Allah." (QS: Al Hadid 22).

Allah telah mentakdirkan dengan lembut dan halus, menguji dan meringankan. "Sesungguhnya Allah maha halus lembut terhadap sesuatu yang ia kehendaki, sesunggunya ia maha mengetahui dan bijaksana." (QS. Yusuf 100).

Di antara kelembutan Tuhan ialah bahwa musibah dan kesulitan adalah pelajaran yang berharga dan pengalaman yang bermanfaat bagi agama dan dunianya, mematangkan jiwanya, mengasah imannya dan menghilangkan karat hatinya.
Perumpamaan seorang mu'min yang ditimpa malapeteka yang berat seperti besi yang dimaksukan api hingga hilang kotorannya dan tinggal yang baik.

Itulah nikmat-nikmat yang terdapat pada setiap musibah yang menimpa manusia, sehingga seseorang mungkin perlu bersyukur kepada Allah disamping rela terhadap takdir dan sabar terhadap ujiannya.

Setiap musibah dunia itu kadang-kadang diganti dengan yang lebih baik, oleh karena itu sewaktu Yusuf as disuruh memilih antara dipenjara dan hina dengan wanita cantik yang menarik ia memilih penjara. "Wahai Tuhanku ! penjara lebih aku sukai ketimbang dari memenuhi ajakan mereka kepadaku." Itulah ratapan Yusuf pada Allah ketika menghadapi ujian berupa godaan wanita.

Di antara ajaran nabi kepada umatnya adalah do'a "Ya Allah janganlah engkau jadikan musibah pada agama kami dan jangan menjadikan dunia sebagai cita-cita kami yang terbesar dan akhir pengetahuan kami." (HR. Turmudzi).

Seorang mukmin selalu melihat nikmat yang telah diberikan Allah sebelum ia melihat nikmat yang akan diterimanya. Ia melihat petaka yang akan terjadi (di akhirat) disamping telah melihat petaka yang telah menimpa. Sikap ini menimbulkan kelapangan hati dan keridhoan. Bala (peteka) yang terjadi telah ia hindari dan kenikmatan yang telah diterima cukup banyak dan menetap.

Urwah ibnu Zubair seorang ahli fiqh dari kalangan tabi'in adalah teladan yang baik bagi orang mukmin yang sabar, ridho, menghargai nikmat Allah.

Diriwayatkan bahwa kakinya sakit kanker dan dokterpun memutuskan untuk diamputasi (dipotong) supaya tidak menjalar, lalu dokter memberinya obat bius supaya tidak terasa sakit. Namum ia berkata "Aku tidak yakin seorang mukmin mau minum obat yang menghilangkan kesabarannya sehingga tidak mengenali Tuhannya untuk itu potonglah kakiku." Merekapun memotong kakinya dan iapun diam tidak mengeluh.

Takdir telah menghendaki untuk menguji hambanya sesuai kadar imannya, di malam ia dipotong kakinya, seorang anak yang paling ia cintai jatuh dari lantai atas dan meninggal dunia. Orang-orangpun datang kepadanya dan menghiburnya, iapun berkata "Ya Allah, segala puji hanya untukmu, anak tujuh, dan kau ambil satu berarti masih kau sisakan enam. Sungguh bila Engkau mengambilnya, ya memang itu adalah pemberianmu dan jika engkau menguji dengan sakit, Engkau telah menyembuhkannya." 

Manisnya Pahala dan Pahitnya Kepedihan
Mengharap pahala dari Allah atas musibah yang menimpanya adalah kenikmatan ruhaniah lain yang dapat meringankan malapeteka. Pahala ini tercermin pada peleburan dosa-dosa betapun banyaknya, dan menambah kebaikan yang sangat dibutuhkannya. Dalam suatu hadist shahih disebutkan, "Kesusahan dan kegelisahan, kepayahan, sakit sampai duri yang melukai yang menimpa seorang muslim tidak lain kecuali Allah menghapus dosa-dosanya denganya."

Salah seorang shaleh, kakinya terluka namun ia tidak mengeluh kesakitan, bahkan tersenyum dan membaca inna lilahi wa inna ilahi raji'un lalu ditanya, "Kenapa tuan tidak mengeluh?" "Sesungguhnya manisnya pahala membuat aku lupa akan pahitnya rasa sakit," jawabnya menatap.
Itulah sesungguhnya sikap orang beriman ketika menghadapi bala', ujian dan musibah.

Hormati yang tua,sayangi yang muda

DENIESBLOGGER SUATU ketika, Ali radiyallahu'anhu berangkat ke masjid hendak menunaikan shalat fardhu. Di tengah perjalanan, ia terhadang oleh seorang kakek yang berjalan tertatih-tatih. Kakek yang sudah renta itu berjalan perlahan tetapi mengambil posisi di tengah, bukan di tepi. Padahal jalan yang mereka lalui tidak terlalu lebar, sehingga jika sahabat Ali berusaha mendahului si kakek, ia khawatir akan menabrak, atau setidaknya menyerempet.
Yang membuat Ali bingung, karena ia saat itu sudah hampir terlambat mengikuti shalat berjamaah. Jika tidak berjalan cepat dengan mendahului si kakek, ia akan terlambat sampai di masjid. Tetapi karena si kakek tidak juga mengubah posisinya dan juga kecepatannya, akhirnya memaksa Ali untuk bersabar. Dugaannya pun benar, ketika sampai di masjid ia telah tertinggal shalat berjamaah.
Tapi pepatah yang mengatakan, "Yang tua menyayangi yang muda dan yang muda menghormati yang tua," adalah pepatah bagus yang tidak mudah untuk dilaksanakan. Apa yang dilakukan sahabat Ali mungkin tidak akan dilakukan oleh orang lain.
Betapa hormatnya ia kepada kakek yang berjalan di depannya. Walaupun ia tahu sang kakek tersebut berjalan lambat tidak untuk pergi ke masjid, tetap ia sangat menghormatinya. Beliau pun tidak berkeinginan mengganggu dengan mendahuluinya, khawatir sang kakek terkejut atau terdesak jalannya karenanya.
Bila terhadap orang yang tak dikenal saja begitu, semestinya kita lebih hormat lagi terhadap orangtua yang kita kenal, atau bahkan orangtua kita sendiri. Tetapi kenyatannya, menghormati orangtua sendiri sering kali tidak lebih mudah dari pada menghormati orangtua lain.
Justru terhadap orangtua sendiri, kakek dan nenek sendiri, yang sering bertemu, sering terjadi perbedaan pendapat, perbedaan persepsi, perbedaan kebiasaan yang mengakibatkan sering terjadi kesalahpahaman. Akhirnya percekcokan juga yang terjadi. Dan memang penyakit yang satu ini lebih mungkin menyerang mereka yang masih satu keturunan darah daging dibanding dengan orang lain.
Pepatah lain mengatakan, “Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang penggalah.”Itulah pepatah yang menggambarkan betapa seorang anak seringkali tidak bisa membalas kasih ibunya yang diberikan ketika ia masih kecil. Tetapi justru dia membiarkan ibunya dalam kesendirian, kemelaratan atau kesengsaraan di hari tuanya.
Rasulullah saw menggambarkan hal ini dengan perbedaan yang cukup jauh. Setiap orangtua yang merawat dan memelihara anak-anaknya semenjak kecil, akan ikhlas karena memiliki pengharapan besar untuk masa depan anaknya. Tetapi anak yang memelihara orangtuanya yang sudah renta, seringkali kurang ikhlas karena berpengharapan agar orangtuanya tersebut cepat meninggal sehingga terbebaslah tugas pemeliharaannya.

Benar sekali bahwa merawat orangtua yang sudah renta itu teramat berat. Kalaupun seseorang bisa melaksanakan kewajiban ini, masih banyak yang sekadar merawat asal menunggu ajal menjemput. Ada harapan, toh merawat hanya sebentar, bukankah orangtua ini sudah dekat ajal?

Niat seperti ini belum bisa dikatakan ikhlas seratus persen. Masih ada yang perlu dibenahi. Untuk melatih meningkatkan keikhlasan, semestinya kita mencoba berpikir, bersiap-siap untuk melayani dan merawat orangtua kita walau ia akan hidup seratus tahun lagi, walau kita akan meninggal lebih dahulu dari pada mereka. Harapan bahwa perawatan yang kita lakukan akan segera berakhir, harus dihapus. Kita bersiap melakukan penghormatan, pelayanan, dan perawatan sampai kapanpun. Dan ini sungguh bukan pekerjaan ringan.

Tidak sedikit orangtua yang kondisinya sudah payah, sehingga berperilaku layaknya seorang bayi. Buang air kecil dan besar sembarangan, harus digendong ke mana ia mau pergi, kebiasaannya yang cerewet dan suka marah, atau yang tak pernah lagi ingat mana anaknya dan mana bukan, sudah makan atau belumkah ia, dan sebagainya. Sungguh tak ada orang yang akan kuat menghadapi ujian merawat orangtua seperti ini kecuali hanya mereka yang bisa ikhlas.

Orangtua yang sehatpun, tak ada yang tidak membawa masalah. Yang namanya perbedaan pendapat hampir selalu ada. Hal ini sangat wajar, mengingat perbedaan satu atau dua generasi ini sudah cukup memberikan perbedaan yang sangat jauh.

Masing-masing generasi pasti memiliki pola pandang yang berbeda. Begitu juga luas tidaknya wawasannya, cara berpikir hingga kebiasaan-kebiasaannya. Semua ini terbentuk dengan dipengaruhi kondisi lingkungan di masa hidupnya masing-masing. Mereka yang hidup di zaman perang dengan mereka yang hidup di zaman merdeka jelas memiliki pola pikir yang berbeda. Mereka yang hidup dalam kondisi melarat dan sengsara pun membentuk prinsip hidup berbeda dengan anaknya yang dibesarkan dalam kondisi berkecukupan. Kondisi pergaulan masyarakat, juga kebutuhan-kebutuhan, hingga gaya hidup yang berbeda di antara dua atau tiga generasi ini membentuk kepribadian yang berbeda pula.
Maka sangat wajar, jika perbedaan-perbedaan ini sering menjadi bibit perselisihan antara anak dan orangtua. Jika masing-masing ingin menang, maka kekacauanlah yang terjadi. Karena sudah lazim pula bahwa orangtua memiliki pola pemikiran kolot dan sulit berubah. Orang muda yang berkeinginan mengubah cara berpikir orangtuanya, hanya akan sia-sia, kalaupun bisa itupun hanya sedikit, hanya luar-luarnya saja.

Mereka yang sudah uzur, yang sudah terbentuk puluhan tahun cara berpikirnya, tidak akan bisa berubah hanya dengan beberapa tahun hidup di alamnya orang muda sekarang. Mereka rata-rata sudah tidak bisa lagi menerima informasi-informasi baru yang sudah sangat maju, berbeda, dan terasa aneh bagi mereka.

Tak ada jalan lain bagi kaum muda, kecuali mengalah kepada kaum tua. Mengalah bukan berarti harus mengikuti pendapat mereka. Tetapi yang muda harus bisa mengerti, dan memahami keadaan kaum tua. Jika ada perbedaan pendapat, hendaklah mengalah dalam perdebatan. Carilah cara untuk berbuat sesuai kehendak sendiri tanpa menyinggung pendapat orangtua.

Kadang kala hal ini memerlukan diplomasi, mengingat kaum tua seringkali memiliki sikap kolot dan tak mau kompromi, tak mau tahu pendapat kaum muda. Pendeknya, kaum muda harus bisa memberi pengertian sesuai dengan kemampuan berpikir kaum tua. Harus bisa berbicara sesuai dengan batas kemampuan bicara kaum tua, sebatas luasnya wawasan berpikir mereka.

Satu hal penting lagi yang harus dimengerti kaum muda adalah bahwa mereka tetap harus menghargai kaum tua sebagai manusia. Walaupun mereka bukan lagi manusia produktif, mereka tetap memiliki harga diri. Yang jika ini tidak dihargai sebagaimana mestinya, mereka akan tersinggung dan membawa dampak negatif.

Kaum tua yang tidak dihargai bisa berubah menjadi cerewet, pengomel, pengatur, atau bertingkah laku aneh-aneh meminta perhatian dari sekitarnya. Gejala ini persis seperti pada anak-anak yang juga tidak dihargai orangtuanya.

Menghargai harga diri kaum tua, seperti apakah itu? Yang utama adalah penghormatan. Ini adalah kebutuhan utama kaum tua. Setiap orangtua selalu merasa memiliki kelebihan dibanding anak-anaknya, mengingat dia lebih kenyang pengalaman baik suka maupun duka. Sebodoh-bodoh apapun orangtua dibanding anaknya, sudah pasti perasaan seperti ini ada pada mereka. Sudah pasti ada kelebihan yang tidak dimiliki sang anak.

 Maka wajiblah bagi kaum muda, untuk memberi penghormatan selayaknya bagi mereka. Ingatlah nasehat dalam surat Al Israa' 23 mengatakan:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً
Artinya," ...Hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan 'ah' dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."

Inilah standar penghormatan kaum muda kepada orangtua. Bukan main beratnya. Marilah kita instropeksi diri, berapa kali kita menyepelekan orangtua kita? Menghina pendapat-pendapatnya yang terasa konyol? Berapa kali pula kita berkata kasar dan keras hanya karena mereka sangat susah diberi pengertian? Atau kita merasa malu memperlihatkan mereka di muka umum karena keadaannya?

Ingatlah bahwa mereka tetap manusia yang memiliki harga diri. Hormatilah pendapat-pendapatnya sekonyol apapun pendapat mereka. Berilah mereka kesempatan untuk melakukan keinginan-keinginannya sejauh itu memungkinkan. Beri mereka kesempatan mewujudkan harapan-harapannya.

Akhirnya, untuk menjaga istiqamah kelurusan niat kita, teruslah mengingat janji-janji Allah akan keutamaan-keutamaan merawat orangtua seperti ini. Rasulullah saw ditanya tentang peran kedua orangtua. Beliau lalu menjawab, "Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu atau nerakamu." (HR Ibnu Majah).

Seseorang datang kepada Rasulullah dan mengemukakan keinginannya untuk berjihad. Beliau bertanya kepadanya, "Apakah kamu masih memiliki kedua orangtua?" Orang itu menjawab, "Masih." Lalu Nabipun bersabda, "Untuk kepentingan merekalah kamu berjihad." (Muttafaq 'alaih).*/aql

Kamis, 14 April 2011

kisah nabi idris as

Setiap hari Malaikat Izrael dan Nabi Idris beribadah bersama. Suatu kali, sekali lagi Nabi Idris mengajukan permintaan. “Bisakah engkau membawa saya melihat surga dan neraka?”
“Wahai Nabi Allah, lagi-lagi permintaanmu aneh,” kata Izrael.
Setelah Malaikat Izrael memohon izin kepada Allah, dibawanya Nabi Idris ke tempat yang ingin dilihatnya.
“Ya Nabi Allah, mengapa ingin melihat neraka? Bahkan para Malaikat pun takut melihatnya,” kata Izrael.
“Terus terang, saya takut sekali kepada Azab Allah itu. Tapi mudah-mudahan, iman saya menjadi tebal setelah melihatnya,” Nabi Idris menjelaskan alasannya.
Waktu mereka sampai ke dekat neraka, Nabi Idris langsung pingsan. Penjaga neraka adalah Malaikat yang sangat menakutkan. Ia menyeret dan menyiksa manusia-manusia yang durhaka kepada Allah semasa hidupnya. Nabi Idris tidak sanggup menyaksikan berbagai siksaan yang mengerikan itu. Api neraka berkobar dahsyat, bunyinya bergemuruh menakutkan, tak ada pemandangan yang lebih mengerikan dibanding tempat ini.
Dengan tubuh lemas Nabi Idris meninggalkan tempat yang mengerikan itu. Kemudian Izrael membawa Nabi Idris ke surga. “Assalamu’alaikum…” kata Izrael kepada Malaikat Ridwan, Malaikat penjaga pintu surga yang sangat tampan.
Wajah Malaikat Ridwan selalu berseri-seri di hiasi senyum ramah. Siapapun akan senang memandangnya. Sikapnya amat sopan, dengan lemah lembut ia mempersilahkan para penghuni surga untuk memasuki tempat yang mulia itu.
Waktu melihat isi surga, Nabi Idris kembali nyaris pingsan karena terpesona. Semua yang ada di dalamnya begitu indah dan menakjubkan. Nabi Idris terpukau  tanpa bisa berkata-kata melihat pemandangan sangat indah di depannya. “Subhanallah, Subhanallah, Subhanallah…” ucap Nabi Idris beulang-ulang.
Nabi Idris melihat sungai-sungai yang airnya bening seperti kaca. Di pinggir sungai terdapat pohon-pohon yang batangnya terbuat dari emas dan perak. Ada juga istana-istana pualam bagi penghuni surga. Pohon buah-buahan ada disetiap penjuru. Buahnya segar, ranum dan harum.
Waktu berkeliling di sana, Nabi Idris diiringi pelayan surga. Mereka adalah para bidadari yang cantik jelita dan anak-anak muda yang amat tampan wajahnya. Mereka bertingkah laku dan berbicara dengan sopan.
Mendadak Nabi Idris ingin minum air sungai surga. “Bolehkah saya meminumnya? Airnya kelihatan sejuk dan segar sekali.”
“Silahkan minum, inilah minuman untuk penghuni surga.” Jawab Izrael. Pelayan surga datang membawakan gelas minuman berupa piala yang terbuat dari emas dan perak. Nabi Idris pun minum air itu dengan nikmat. Dia amat bersyukur bisa menikmati air minum yang begitu segar dan luar biasa enak. Tak pernah terbayangkan olehnya ada minuman selezat itu. “Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah,” Nabi Idris mengucap syukur berulang-ulang.
Setelah puas melihat surga, tibalah waktunya pergi bagi Nabi Idris untuk kembali ke bumi. Tapi ia tidak mau kembali ke bumi. Hatinya sudah terpikat keindahan dan kenikmatan surga Allah.
“Saya tidak mau keluar dari surga ini, saya ingin beribadah kepada Allah sampai hari kiamat nanti,” kata Nabi Idris.
“Tuan boleh tinggal di sini setelah kiamat nanti, setelah semua amal ibadah di hisab oleh Allah, baru tuan bisa menghuni surga bersama para Nabi dan orang yang beriman lainnya,” kata Izrael.
“Tapi Allah itu Maha Pengasih, terutama kepada Nabi-Nya. Akhirnya Allah mengkaruniakan sebuah tempat yang mulia di langit, dan Nabi Idris menjadi satu-satunya Nabi yang menghuni surga tanpa mengalami kematian. Waktu diangkat ke tempat itu, Nabi Isris berusia 82 tahun.
Firman Allah:
“Dan ceritakanlah Idris di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah orang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi, dan kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (QS Al-Anbiya:85-86).
***
Pada saat Nabi Muhammad sedang melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj ke langit, beliau bertemu Nabi Idris. “Siapa orang ini? Tanya Nabi Muhammad kepada Jibril yang mendampinginya waktu itu.
“Inilah Idris,” jawab Jibril. Nabi Muhammad mendapat penjelasan Allah tentang Idris dalam Al-Qur’an Surat Al-Anbiya ayat 85 dan 86, serta Surat Maryam ayat 56 dan 57.


Izrael, Malaikat pencabut nyawa sangat mengagumi kepandaian Nabi Idris. Izrael ingin lebih mengenal Nabi Idris. Atas izin Allah, diam-diam Izrael menyamar sebagai manusia dan bertamu ke rumah Nabi Idris.
“Assalamu’alaikum,” Malaikat Izrael memberi salam sambil mengetuk pintu.
“Wa’alaikum salam,” jawab Nabi Idris, “Silahkan masuk, siapakah itu, dan ada perlu apa datang kemari?”
Izrael menyampaikan maksudnya untuk berkenalan dengan Nabi Idris sebagai utusan Allah. Akhirnya Nabi Idris mengajak Izrael menginap di rumahnya.
Di rumah Nabi Idris, keduanya asyik  beribadah, mereka tidak banyak bicara melainkan terus beribadah. Ketika tiba waktu makan, Nabi Idris mempersilahkan tamunya makan. Tamunya menolak. “Silahkan tuan makan sendiri, saya ingin melanjutkan ibadah saya kepada Allah,” jawabnya.
Setelah makan nabi Idris melanjutkan ibadah bersama tamunya sampai tiba waktu tidur. “Silahkan tuan tidur disini,” Nabi Idris menunjukkan tempat tidur tamu.
“Silahkan tuan tidur dulu, saya masih ingin melanjutkan ibadah saya,” jawab sang tamu, tanpa menunjukkan rasa lelah.
Keesokan harinya, kejadian yang sama berulang. Nabi Idris sangat heran,, siapakah sebenarnya tamu ini, kenapa tamu aneh ini tidak mau makan dan tidur? Dengan hati-hati Nabi Idris menanyakan hal itu kepada tamunya.
“Saya adalah Izrael, Malaikat pencabut nyawa,” kata sang tamu. Nabi Idris sangat kaget. “Jadi, engkau datang untuk mencabut nyawa saya?” tanya Nabi Idris.
Izrael menggeleng, lalu menjelaskan keinginannya untuk mengenal Nabi Idris lebih jauh. Barulah Nabi Idris sadar, memang begitulah kehidupan malaikat. Dan para Malaikat memang suka mendekati orang-orang yang beriman. Bila orang beriman sedang shalat, berdoa, atau melakukan amal saleh, banyak malaikat yang mengerumuninya.
“Sebenarnya saya ingin merasakan bagaimana rasanya jika nyawa seseorang sedang di cabut,” ujar Nabi Idris tiba-tiba.
“Permintaan tuan aneh sekali,” kata Izrael. Selama ini manusia justru takut nyawanya akan dicabut.
Idris menjelaskan kepada Izrael bahwa pengalamannya akan menjadi bekal dalam berdakwah. Dengan izin Allah, Malaikat Izrael melakukan apa yang diminta Nabi Idris. Dicabutnya nyawa Nabi Idris,  lalu segera dikembalikan lagi.
“Saya tidak merasakan apa-apa,” kata Idris setelah bangun dari kematiannya
“Karena saya melakukannya dengan lembut. Begitulah yang selalu saya lakukan terhadaporang-orang beriman,” kata Izrael.
“Bagaimana dengan orang yang tidak beriman? Tanya Nabi Idris penasaran.
“Oh, mereka akan merasakan luar biasa kesakitan waktu nyawa mereka dicabut,” kata Izrael.Nabi Idris ingin mendengarnya. Terlebih waktu Izrael mengatakan, rasa sakit itu akan dirasakan simati sampai hari kiamat. Nabi Idris tidak mampu membayangkan betapa sakitnya. Sakit sehari saja rasanya sudah tidak tahan, apalagi kalau harus menanggungnya hingga ratusan tahun sambil menunggu waktu kiamat tiba. Sebaliknya orang yang beriman akan merasakan kebahagiaan. Setelah mati, mereka akan menikmati hasil setiap amal saleh mereka di dunia,” tutur Izrael menjelaskan.


Suatu ketika Nabi Idris a.s telah dikunjungi oleh Malaikat Izrail dan bertanya Nabi Idris a.s katanya: "Hai malaikat Izrail, engkau dantang ini untuk mencabut nyawa atau untuk menziarah?."  Kata Malaikat Izrail aku datang untuk menziarah dengan izin Allah.  Kata Nabi Idris kepada Malaikat Izrail: "Hai Malaikat Izrail, saya ada keperluan dan kepentingan kepadamu"  Kata Malaikat Izrail "Kepentingan apa itu?"  Jawab Nabi Idris "Kepentingan denganmu iaitu supaya engkau mencabut nyawaku dan kemudian Allah menghidupkan kembali sehingga aku dapat beribadah kepada Allah setelah aku merasakan sakaratulmaut".  Kata Malaikat Izrail sesungguhnya aku tidak akan mencabut nyawa seseorang malaikan mendapat izin Allah.  Maka Allah memberi wahyu kepada kepada Malaikat Izrail agar dia mencabut nyata Nabi Idris, maka seketika itu Malaikat Izrail mencabut nyawa Nabi Idris a.s. Maka Malaikat Izrail menangis atas kematian Nabi Idris sambil memohon kepada Allah agar Allah menghidupkan kembali Nabi Idris a.s.
Kemudian Allah mengabulkan permohonan Malaikat Izrail, maka Nabi Idris hidup kembali.  Malaikat Izrail bertanya kepada Nabi Idris as.  "Hai saudaraku, bagaimana rasanya sakaratulmaut itu?.  Kata Nabi Idris a.s "Sesungguhnya rasa sakaratulmaut itu saya umpamakan binatang yang hidup itu dilapah kulitnya (dibuang kulitnya semasa hidup-hidup) dan begitulah rasanya sakaratulmaut bahkan lebih seribu kali sakit." 
Kata Malaikat Maut: "Secara halus dan berhati-hati aku mencabut nyawa yang seperti itu selama-lamanya."  Kemudian Nabi Idris a.s berkata lagi pada Malaikat Maut:  "Hai Malaikat Maut, saya ada keinginan lagi dengan engkau iaitu saya ingin melihat Neraka Jahanam sehingga saya boleh beribadah kepada Allah dengan bersungguh-sungguh setelah melihat belenggu, rantai-rantai dan kala jengking yang menyengat orang-orang yang ada di Neraka Jahanam."  Kata Malaikat Maut "Bagaimana saya boleh pergi ke Neraka Jahanam tanpa izin Allah".
Mala Allah memberi wahyu kepada Malaikat Maut dengan firman: "Pergilah engkau ke Neraka Jahanam bersama-sama Nabi Idris a.s".  Malaikat Maut pun pergi ke Neraka Jahanam bersama-sama Nabi Idris kemudian Idris melihat segala macam seksaan yang diciptakan Allah untuk musuh-musuhNya yang berupa belenggu, ratai-rantai daripada neraka dan kala jengking serta ular dengan api-api yang menyala dan kayu zakum dan air yang sangat panas untuk diminum oleh ahli neraka tersebut.  Setelah kembali Nabi Idris berkata lagi kepada Malaikat Maut. "Hai Malaikat Maut, saya ada keinginan lagi dengamu iaitu saya ingin melihat syurga sehingga saya boleh tambah meningkatkan amal ibadah,"  maka Malaikat Maut berkata "Bagaimana boleh saya bersamamu ke dalam syurga tanpa izin Allah."  Maka Allah memberi izin pada Malaikat Maut untuk pergi berdua dan berhenti dekat pintu syurga.
Maka Nabi Idris melihat di dalamnya nampak bermacam-macam nikmat dan istana besar lagi indah dan beberapa anugerah yang berharga, juga tumbuh-tumbuhan serta buah-buahan yang beraneka warna dan rasanya berbeza-beza.  Nabi Idris berkata "Hai saudaraku, saya telah merasakan sakitnya sakaratulmaut, saya telah melihat Neraka Jahanam yang didalamnya bermacam-macam rupa seksaan dan azab neraka maka mohonlah engkau kepada Allah agar Allah mengizinkan saya untuk masuk syurga dan minum airnya agar hilang rasa sakitnya sakaratulmaut di tenggkorakku ini dan juga terhindar daripada seksaan Neraka Jahanam.
Maka Malaikat Izrail minta izin kepada Allah lalu mengizinkannya, kemudian masuklah meraka berdua ke alam syurga lalu keluar.  Kemudian Nabi Idris masuk lagi ke dalam syurga dan meletakkan seliparnya di bawah pokok kayu di dalam syurga.  Maka Nabi Idris berkata kepada Malaikat Izrail "Hai Malaikat Maut, selipar saya tertinggal didalam syurga di bawah pokok kayu, maka kembalikanlah saya kedalam syurga,"  maka Nabi Idris masuk kesyurga dan tidak mahu keluar lagi dari syurga.  Maka berteriaklah Malaikat Izrail memanggil Nabi Idris agar keluar dari syurga.  "Hai Idris, keluarlah engaku dari syurga." Maka Nabi Idris pun tidak mahu keluar Allah SWT telah berfirman "Tiap-tiap orang misti merasakan sakaratul maut, sedang saya sudah merasakan sakaratulmaut. Dan Allah SWT berfirman lagi maksudnya: "Tidak ada diantara kamu sekelian kecuali mereka itu memasuki (neraka/syurga) sedang aku pernah memasuki nerakan dan Allah pun juga berfirman lagi maksudnya: "Dan tidaklah mereka itu dikeluarkannya". (keluar daripada syurga).
"Siapakah yang mengeluarkan saya dari syurga" sedangkan Allah telah memberi wahyu kepada malaikat Maut. "Tinggalkanlah dia (Nabi Idris) sesungguhnya Aku telah memutuskan dia di zaman azali dahulu bahawa sesungguhnya dia (Nabi Idris) tergolong ahli dan penghuni syurga."
Dan Allah telah berfirman kepada rasul-rasulNya tentang kisah Nabi Idris dalam firmanNya yang bermaksud. "Dan ingatlah olehmu cerita-cerita dalam kitab Nabi Idris a.s dan seterusnya."



My Blog

MY PROFIL

Foto saya
banda aceh, ACEH, Indonesia
AKU INGIN SELALU YG TERBAIK

deniesimages

deniesimages

lhoknga,aceh besar

lhoknga,aceh besar

BANDARA SIM

BANDARA SIM
BLANG BINTANG,ACEH BESAR

SARAH,ACEH BESAR

SARAH,ACEH BESAR

SARAH,LEUPUNG

SARAH,LEUPUNG
ACEH BESAR

KOPIAH ACEH

KOPIAH ACEH
ini adalah kopiah ciri khas aceh..biasanya dipakai pd penganten pria

GAMBAR02

GAMBAR02

GAMBAR01

GAMBAR01

BURJ KHALIFAH,ABU DHABI

BURJ KHALIFAH,ABU DHABI

LHOKNGA

LHOKNGA

TAMAN TEPI LHOKNGA,ACEH BESAR

TAMAN TEPI LHOKNGA,ACEH BESAR

denies

Cari Blog Ini